top of page
Search
mettynenotek

Pertemuan Ke 7: Peristiwa Kelahiran Kristus

Respons umat Tuhan terhadap berita kelahiran Kristus adalah: Pertama,

bersukacita. Alkitab mencatat baik para gembala maupun para orang majus sangat bersukacita ketika mereka mendengar kabar kelahiran Kristus. Jika para gembala bersukacita akan kelahiran Kristus itu wajar, karena mereka diperkirakan adalah orang-orang Yahudi, namun jika para orang majus yang bersukacita, itu merupakan hal unik. Mengapa? Karena para orang majus bukanlah seorang yang mempelajari Taurat Musa. Di sinilah, anugerah Allah tiba pada orang non-Yahudi di momen kelahiran Kristus. Jika kita bandingkan dengan reaksi orang-orang Yahudi, hal ini sungguh aneh. Pada saat kelahiran Kristus di Betlehem, sedikit sekali orang-orang Yahudi yang mengetahui bahkan merayakannya, padahal mereka sangat dekat dengan tempat di mana Kristus lahir. Berkenaan dengan perbandingan dua realitas ini, Matthew Henry menafsirkan, “Orang Yahudi tidak peduli dengan Kristus, tetapi orang-orang dari bangsa bukan-Yahudi ini mencari keterangan mengenai diri-Nya. Perhatikanlah, sering kali mereka yang terdekat dengan sumber justru adalah yang paling jauh dari tujuan (Mat. 8:11-12). Rasa hormat yang ditunjukkan kepada Kristus oleh orang-orang dari bangsa bukan-Yahudi ini merupakan pertanda dan contoh indah tentang apa yang akan terjadi ketika mereka yang jauh akan dibuat menjadi dekat oleh Kristus.” Bagaimana dengan kita? Karena setiap tahun merayakan Natal, maka Natal bukan lagi momen yang indah, karena Natal sudah menjadi rutinitas. Sering kali Natal menjadi momen di mana kita melupakan inti Natal sesungguhnya. Kita sibuk dengan merias pohon Natal, gereja sibuk mengadakan Christmas Carol, menyelenggarakan kebaktian Natal, dll. Hal-hal tersebut tentu tidak salah, tetapi terlalu memfokuskan pada hal-hal demikian lama-kelamaan akan mengakibatkan kita menjadi kehilangan makna Natal sesungguhnya. Kita bersukacita bukan karena Kristus yang lahir, tetapi karena semaraknya kebaktian Natal, yang lebih parah lagi, karena semaraknya hiasan Natal di gereja dan toko-toko. Sukacita yang kita tunjukkan karena kelahiran Kristus seharusnya ditunjukkan bukan melalui gegap gempita sebuah perayaan Natal atau hiasan Natal di gereja, namun melalui kerelaan kita mewartakan inti berita Natal itu kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus. Ingatlah, Tuhan memperingatkan kita melalui para orang majus (non-Yahudi) bisa mengetahui tempat kelahiran Kristus bahkan menyembah-Nya bahwa Ia menginginkan kita merayakan kelahiran-Nya dengan mewartakan Injil kepada mereka yang belum percaya. Natal dan Injil adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Natal tanpa Injil menjadi Natal rutinitas dan yang lebih parah lagi menjadi Natal humanis egois yang jauh dari esensi Natal sesungguhnya. Kedua,

merenungkan. Setelah heran mendengar perkataan para gembala tentang berita yang mereka dengar dari para malaikat, maka Alkitab mencatat respons Maria adalah menyimpan hal tersebut dan merenungkannya. Ya, merenungkan Natal dan artinya adalah sebuah tindakan yang Tuhan inginkan. Kita tidak hanya cukup bersukacita merayakan kelahiran Kristus, namun kita juga harus merenungkan makna kelahiran Kristus itu. Kelahiran Kristus yang disebut inkarnasi (Allah menjadi manusia) adalah sebuah momen agung yang tidak ada bandingannya yang Allah kerjakan bagi umat-Nya. Mengapa? Karena Allah sendiri menjadi manusia. Orang-orang non-Kristen menjebak Kekristenan dengan mengatakan bahwa manusia tidak mungkin menjadi Allah.



Hal tersebut memang benar. Namun yang mereka tangkap itu salah. Tuhan Yesus bukan manusia yang dijadikan Allah, namun Allah sendiri yang menjadi manusia. Ketika Sang Pencipta menjadi ciptaan, itulah momen di mana Allah rela membatas diri agar dapat dikenal oleh umat-Nya. Itulah bukti imanensi Allah, Allah yang dekat dengan umat-Nya. Semua agama di luar Kristen hampir tidak ada yang memiliki konsep imanensi Allah di mana Ia dekat dengan umat-Nya. Meskipun ada agama yang mengajarkan bahwa Allah dekat dengan umat-Nya, namun sayangnya, itu hanya konsep dan tidak ada bukti kuat yang menunjukkan hal tersebut. Tetapi puji Tuhan, Alkitab berkata bahwa Ia dekat dengan umat-Nya dan hal tersebut dibuktikannya dengan menjelmanya Allah sebagai manusia di dalam Pribadi Tuhan Yesus Kristus. Bukankah ketika kita merenungkan agungnya Natal ini seharusnya membuat kita makin bersyukur atas anugerah-Nya? Ketiga,

menyembah Dia. Alkitab tidak mencatat respons menyembah Kristus dari para gembala, namun sebaliknya Alkitab mencatat bahwa para orang majus yang datang menyembah setelah menemui bayi Yesus (Mat. 2:11). Dari peristiwa ini, kita belajar prinsip penting bahwa Natal identik dengan penyembahan kepada Kristus (atau berpusat kepada Kristus). Natal yang dipisahkan dari penyembahan kepada Kristus adalah Natal yang sia-sia dan yang lebih fatal lagi menjadi Natal humanis atheis. Dewasa ini, kita menjumpai berita Natal sudah mulai diselewengkan oleh beberapa gereja baik dari gereja arus utama maupun gereja kontemporer yang pop. Gereja arus utama menekankan aspek sosial dari Natal, sehingga Injil Kristus sejati jarang ditekankan. Aspek sosial tidaklah salah, namun terlalu menekankan aspek sosial lebih daripada Injil Kristus itu bisa berbahaya. Sebaliknya, beberapa gereja kontemporer yang pop menekankan aspek materialistis dari Natal. Mereka mengajar bahwa ketika Raja segala raja lahir, maka anak-anak Raja akan diberkati dan menjadi kaya, kemudian jemaat serentak bersuara, “Haleluya.” Sebenarnya dua berita Natal yang didengungkan oleh aliran-aliran kurang bertanggungjawab tersebut seharusnya menyadarkan kita akan pentingnya memberitakan kembali Kristus di hari Natal. Natal yang berpusat kepada Kristus mengakibatkan hidup kita pun berpusat kepada Kristus, sebagaimana penginjilan yang berpusat kepada Allah mengakibatkan gaya hidup orang yang bertobat juga berpusat kepada Allah. Will Metzger mengatakan, “Mereka yang diselamatkan melalui penginjilan yang berpusat kepada Allah dan berorientasi pada anugerah akan memiliki kerangka dasar yang ajaib untuk suatu kehidupan Kristen yang dikuduskan dengan berpusat pada Allah, dan berorientasi pada anugerah.”[8][8] Bagaimana dengan kita, khususnya para pengkhotbah mimbar? Apakah Anda masih memberitakan Natal dengan berpusat kepada Kristus? Ataukah Anda masih memberitakan hal-hal yang sebenarnya kurang berkaitan dengan Natal? Biarlah Tuhan menguji dan membakar hati Anda kembali untuk memberitakan Kristus di hari Natal, karena itu inti Natal.

Keempat,

memberi persembahan kepada-Nya. Dari ketiga respons, Alkitab hanya mencatat bahwa para orang majus lah yang memberi persembahan kepada Kristus, yaitu: emas, kemenyan, dan mur (Mat. 2:11b). Ada yang menafsirkan bahwa ketiga jenis persembahan itu bukti/tanda bahwa Kristus adalah Raja, Imam, dan Nabi. Apa pun arti ketiga jenis persembahan itu, satu hal yang dapat kita pelajari adalah respons orang majus terhadap Kristus yaitu memberi persembahan kepada-Nya. Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa justru orang non-Yahudi yang menghormati dan menyembah-Nya bahkan memberi persembahan yang tentu tidak murah harganya kepada-Nya. Ketika mereka memberi persembahan kepada-Nya, tentu lahir dari hati yang tulus ingin menyembah dan memuliakan-Nya. Dengan kata lain, selain sebagai momen yang memberitakan Kristus, Natal juga sebagai momen kita memberi persembahan kepada-Nya. Tuhan tidak menuntut kita memberi persembahan yang mahal. Tuhan menuntut ketulusan hati kita di dalam memberi persembahan kepada-Nya di saat Natal. Apa yang harus kita persembahkan? Tuhan menuntut hati dan ketaatan kita. Ketika kita mempersembahkan hati kita kepada-Nya, maka seluruh hidup kita akan menjadi berubah di dalam proses pengudusan yang Roh Kudus kerjakan. Sudahkah kita rela dan terus-menerus taat memberi persembahan kepada-Nya berupa hati kita? Ketika dunia menawarkan dan menjalankan konsep bermuka dua dan tidak tulus/murni hatinya, maka sudah seharusnya orang Kristen (anak Tuhan) memiliki hati yang murni di hadapan-Nya. Hati yang murni mengakibatkan seluruh pikiran, perkataan, tingkah laku, gaya hidup, dan tindakan pun murni. Tidak ada dualisme di dalam hati umat Tuhan. Hal ini sangat sulit saya jumpai di zaman postmodern ini. Biarlah kita dipakai Tuhan menjadi berkat bagi sesama kita melalui kemurnian hati kita. Respons manusia duniawi terhadap kelahiran Kristus: Pertama,

memanfaatkan situasi demi keuntungan sendiri. Raja Herodes ketika mendengar berita kelahiran Kristus langsung memanggil para imam kepala dan ahli Taurat serta para orang majus untuk bertanya tentang tanda kelahiran Kristus. Ia berkata bahwa ia ingin menyembah Kristus sama seperti para orang majus setelah mengetahui tanda bintang itu. Benarkah motivasinya tulus? TIDAK. Alkitab mencatat bahwa Tuhan mengetahui motivasi busuknya itu, maka Ia menyuruh para orang majus tidak kembali kepada Herodes (Mat. 2:12). Reaksi Herodes tidak ada bedanya dengan reaksi beberapa orang dunia (bahkan tidak terkecuali Kristen di dalamnya). Momen Natal bukan saatnya merenungkan, bersukacita, menyembah-Nya, dan memberi persembahan kepada-Nya, malahan momen Natal dipakai untuk mengeduk keuntungan pribadi. Hal ini ditandai dengan maraknya sale di momen Natal. Momen Natal biasanya dipakai oleh banyak toko di seluruh dunia untuk menggelar diskon sebesar-besarnya atau sale. Dari tindakan ini, banyak toko di mal meraup keuntungan besar. Seolah-olah orang non-Kristen melihat Natal identik dengan sale dan untung besa

Kedua,

meminimalkan berita kelahiran Kristus. Karena marah dengan para orang majus yang tidak kembali ke Herodes, maka Herodes memerintahkan untuk membunuh semua anak yang berusia di bawah 2 tahun di seluruh Betlehem dan sekitarnya (Mat. 2:16). Tindakannya ini adalah tindakan yang dilatarbelakangi oleh motivasi agar tidak ada yang bisa menggeser otoritasnya sebagai raja. Ambisi pribadi mengakibatkan seseorang melakukan segala cara. Tindakan ini juga terjadi di dalam zaman kita. Dilatarbelakangi oleh presuposisi bahwa semua agama itu sama dan membawa damai, maka orang-orang non-Kristen (atau orang-orang “Kristen”) yang sebenarnya tidak mengerti makna Natal sesungguhnya (hanya mengerti Natal secara sebagian atau mendengar dari orang Kristen yang tidak mengerti inti Natal sesungguhnya) biasanya meminimalkan pemberitaan inti Natal. Kita bisa melihat minimnya pemberitaan inti Natal ini di stasiun televisi. Bukan sesuatu yang baru, jika di TV, kita melihat beberapa stasiun TV menampilkan ucapan selamat Natal yang berintikan damai bagi sesama. Hal ini tentu tidak salah, namun bukan inti Natal sesungguhnya. Jika Natal berintikan damai bagi sesama, apa bedanya Kekristenan dengan agama lain? Mungkin hal inilah (semua agama itu sama) yang hendak disodorkan oleh pemilik stasiun TV baik yang Kristen maupun non-Kristen. Benarkah ajaran damai bagi sesama itu? Para malaikat berkata memuji Tuhan di dalam Lukas 2:14, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Di ayat ini, ada dua konsep yang hendak ditekankan oleh para malaikat berkenaan dengan kelahiran Kristus. Kelahiran Kristus membawa kemuliaan bagi Allah dan sekaligus damai sejahtera bagi manusia pilihan-Nya (umat-Nya). Dengan kata lain, Natal berkaitan erat dengan kemuliaan Allah dan damai sejahtera bagi umat-Nya. Alkitab tidak mencatat bahwa Natal itu membawa damai bagi sesama, namun Alkitab mencatat bahwa Natal memberi damai sejahtera bagi manusia pilihan (umat)-Nya di samping kemuliaan Allah. Setelah kita menyimak dua respons terhadap kelahiran Kristus, apa yang menjadi respons kita terhadap kelahiran Kristus? Tuhan menginginkan kita meneladani sosok Maria, para gembala, dan para orang majus ketika meresponi kelahiran Kristus, yaitu: bersukacita, merenungkan, menyembah-Nya, dan memberi persembahan kepada-Nya. Itulah respons yang benar dari umat-Nya kepada Pribadi yang telah mencipta dan menebus mereka. Biarlah Roh Kudus mencerahkan hati dan pikiran kita di dalam menyambut Natal dan inti Natal yaitu Kristus.


Tugas

Cacatlah Hal-hal Yang penting Kemudian Kirim


64 views0 comments

Recent Posts

See All

Kematian Kristus

1. Mengapa Kristus harus mati di atas kayu salib "Penebusan dosa (rekonsiliasi antara Tuhan dan umat manusia) berakar di dalam kasih...

Comentarios


bottom of page