1. Pengertian Sakramen
Kata “sakramen” berasal dari bahasa Latin sacamentum, yang berhungan dengan hal-hal suci. Sakramen menjadi tanda dan sarana keselamatan Allah yang diberikan kepada manusia. Dalam Sacrosantum Consilium (SC no 59) ditandaskan bahwa sakramen dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun tubuh Kristus, dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada Allah. Berangkat dari uraian di atas, maka Gereja Katolik meyakini bahwa sakramen rekonsiliasi berasal dari Yesus Kristus.
Menurut Konsili Vatikan II, Gereja adalah tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Maka, Gereja disebut sebagai himpunan umat beriman kepada Yesus Kristus dan berkumpu serta berdoa, mendengarkan sabda Allah dan merayaka Ekaristi. Maka, Gereja bukanlah sebagai sumber keselamatan, namun sebagai sarana penyaluran rahmat dan keselamatan dari Allah. Kecintaan Kristus akan umatNya tampak dalam penyerahan diriNya di kayu salib. Kejatuhan manusia kepada dosa mengakibatkan perlunya sakramen. Sakramen dipandang sebagai penyaluran rahmat Allah dan sekaligus pemulihan hubungan manusia dengan Allah dan sesama.
Sakramen mengandung dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yakni: forma dan materia. Forma atau bentuk ditampakkan dalam kata-kata yang menjelaskan peristiwa tersebut. Materia atau unsur-unsur yang tampak dalam bentuk barang atau tindakan. Dalam Gereja Katolik ada tujuh sakramen, yakni: sakramen Baptis, Penguatan atau Krisma, Ekaristi, Tobat atau Pengampunan Dosa, Perkawinan, Imamat dan Pengurapan Orang Sakit. Sakramen yang tergolong dalam sakramen inisiasi adalah sakramen Baptis, Ekaristi dan Krisma. Sakramen yang tergolong pada sakramen penyembuhan adalah sakramen Tobat dan Pengurapan Orang Sakit. Sakramen yang tergolong pada sakramen persekutuan dan perutusan umat beriman adalah sakramen Perkawinan dan Imamat. Sakramen mencerminkan penyelamatan Allah yang tidak berkesudahan.
Sakramen merupakan perayaan kehadiran Yesus Kristus secara sakramental dalam GerejaNya dan menjadi simpul kehidupan konkret manusia. Dalam pernyataan ini, sakramen mempunyai tiga unsur, yakni: kehadiran Yesus Kristus dalam misteri penyelamatan manusia, pengungkapan iman Gereja dalam bentuk perayaan-perayaan, dan perjumpaan manusia dengan Kristus dalam kehidupan nyata.
2. Baptisan Kudus
Baptis yang berasal dari kata Baptisma dengan arti penyelaman bukan diartikan penyelaman dalam harafiah, namun yang dimaksud adalah air sebagai unsur dasar yang mengartikan pembasuhan manusia dari segala dosa dengan darah Kristus. Sakramen baptis sendiri merupakan salah satu bagian sakramen inisiasi sehingga seseorang bisa masuk menjadi anggota gereja.
Dengan sakramen baptis ini, maka kita akan terbebas dari dosa dan dilahirkan kembali menjadi putera dan puteri Allah sehingga kita dapat meninggalkan hidup yang lama dan masuk ke kehidupan baru. Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis mengajarkan jika tidak perlu orang selalu melakukan pembasuhan diri di setiap minggunya. Ia berkata jika satu kali pembersihan diri sudah cukup dalam mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Sang Juru Selamat asal mau meninggalkan cara hidup yang lama.
Asal Mula dan Arti Sakramen Baptis
Berbicara tentang baptis, maka tentunya kita akan langsung tertuju pada Yesus, namun baptis sendiri sebenarnya sudah ada sebelum Yesus. Selama beberapa abad sebelum Kristus, umat di dalam Perjanjian Lama percaya jika semua bentuk kontak atau sentuhan dengan dunia luar akan membuat mereka tercemar dan sebelum mereka makan dan berdoa maka harus lebih dulu membersihkan diri mereka dan ini bisa terlihat di saat mereka berdoa pada hari Sabat.
Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes ini merupakan simbol dari perubahan dan baptisan ini tidak memiliki kuasa untuk melakukan perubahan lalu Yesus memberikan kuasa tersebut saat Yohanes membaptis Diri-Nya di Sungai Yordan. Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” ~ Matius 28:18-20
3. Perjamuan Kudus
Perjamuan Kudus, Perjamuan Suci, Perjamuan Paskah, atau Ekaristi (bahasa Inggris: eucharist) adalah suatu ritus yang dipandang oleh kebanyakan Gereja dalam Kekristenan sebagai suatu sakramen. Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir.
Dalam Sakramen Perjamuan Kudus roti dan anggur adalah tanda atau lambang dari tubuh dan darah Yesus. Roti dan anggur tidak berubah bentuk menjadi tubuh dan darah Yesus seperti dipahami dalam pengajaran transsubstansiasi. Yesus hanya disalibkan satu kali untuk selama-lamanya.
Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. (Roma 6:9-10)
Dengan menganggap bahwa roti dan anggur perjamuan benar-benar menjadi tubuh dan darah Kristus sama dengan membuat Yesus dikorbankan berulang kali bagi penebusan dosa kita. Tetapi seperti Tuhan hanya satu kali membuat mujizat mengeringkan sungai Yordan bagi orang Israel demikian juga Yesus hanya satu kali disalibkan bagi umat manusia.
Tetapi untuk memperingatinya, Tuhan meminta bangsa Israel untuk membuat dua belas batu peringatan sebagai cara bagi bangsa Israel dan generasi-generasi selanjutnya untuk selalu ingat kepada Tuhan. Demikian juga Sakramen Perjamuan Kudus adalah cara untuk orang Kristen mengingat apa yang diperbuat Yesus di kayu salib.
Roti dan anggur perjamuan tidak sekedar tanda peringatan biasa, melainkan tanda yang suci (sakramen). Kristus sungguh-sungguh hadir di dalam, bersama-sama dan di bawah tanda-tanda roti dan anggur, karena tubuh Kristus yang telah dimuliakan itu sekarang bukan hanya berada di sorga, melainkan juga berada di mana-mana, sehingga tubuh itu juga berada di dalam roti dan anggur dari Perjamuan Kudus. Yesus Kristus sungguh hadir dalam Sakramen Perjamuan Kudus, tidak secara fisik/daging, namun secara rohani.
Comments